Siapa yang waktu ulangan harian tidak pernah
mencontek? Sering mendengar pernyataan itu di beberapa mata kuliah bukan?
Sebenarnya pertanyaan tersebut membuat saya kikuk untuk menjawabnya. Karena
saya sendiri pernah mencontek ketika di SD, bahkan hingga masa SMA. Jadi, bisa
dikatakan saya selalu mempunyai pengalaman mencontek di setiap jenjang sekolah.
Mungkin hal tersebut juga dialami oleh teman-teman. Namun tidak menutup
kemungkinan, di antara teman-teman yang tidak pernah mencontek di sejarah
ulangan hariannya.
Dalam penerapannya, mencontek memiliki banyak
pengertian. Seperti halnya meniru jawaban orang lain, mengambil jawaban dari
berbagai literatur ketika ulangan harian, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Namun, kita batasi masalah ini hanya pada kegiatan ulangan harian, ujian tengah
semester, dan ujian akhir semester yang di dalamnya tidak memuat unsur open
book.
Menindaklanjuti permasalahan di atas. Ketika
mencontek sudah dijadikan budaya oleh pelajar. Bukan hanya sekedar ‘sebaiknya’
melainkan ‘seharusnya’ hal tersebut dihentikan. Bila kita mencoba menilik lebih
jauh, budaya mencotek ke depannya akan
menimbulkan dampak yang sangat buruk apabila tidak segera diatasi. Karena pada
dasarnya, kebiasaan mencontek disebabkan bukan karena ketidakmampuan kita.
melainkan lebih ke ketidakmauan kita untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai
dengan usaha yang maksimal.
Saya akan mengambil pandangan yang dikatakan oleh
Stephen R. Covey dalam bukunya yang memuat tentang penciptaan karakter,
“Taburlah gagasan, petiklah perbuatan, taburlah perbuatan, petiklah kebiasaan,
taburlah kebiasaan, petiklah karakter, taburlah karakter, petiklah nasib”.
Jadi, bila diperinci. Mencontek berasal dari pemikiran kita, bahwa kita tidak
perlu melakukan usaha yang besar untuk mendapatkan nilai yang baik. Kemudian
diwujudkan dalam bentuk tindakan. Yang dari tindakan tersebut dilakukan secara
berulang-ulang hingga menjadi sebuah kebiasaan. Dan kebiasaan yang tetap dipertahankan
akan menjadi sebuah karakter.
Apakah teman-teman sudah mampu menggambarkan
dampaknya? Ketika mencontek itu sudah menjadi karakter. Yang sudah barang
tentu, karakter akan dibawa kemanapun, di manapun, dan di kesempatan apapun
kita berada. Lalu, bagaiman dengan masa perkuliahan kita? bahkan lebuh jauh
lagi, kalau kita sudah terjun ke masyarakat dengan karakter suka mencontek?
Salah satu dampak yang saya contohkan
adalah kita tidak mampu bersaing secara sehat di sendi-sendi kehidupan. Dan
sudah tentu masih banyak lagi dampak buruk yang akan timbul, karena kita
terbiasa ‘dinina bobokan’ oleh mencontek itu sendiri.
Lalu muncul pertanyaan lagi. Bagaimana kita dapat
menghentikan karakter suka mencontek tersebut? Sesuai firman Allah QS. Ar-Ra’d
(13:11) “…Sungguh, Allah tidak akan mengubah (nasib) suatu kaum jikan mereka
tidak mengubah keadaannya sendiri…”. Ini berarti bahwa, perbaikan itu masih
bisa dilakukan jika kita mau dan bersungguh-sungguh untuk memperbaikinya. Cukup
di situ sajakah? Tidak. Karena perbuatan itu baru terjadi pada diri kita.
mencoba ke ranah yang lebih jauh, tularkan hal tersebut pada teman-teman kita.
dengan kita melakukan sebuah tindakan secara langsung, bahwa kita mampu apabila
kita mau. Seperti, kita belajar dengan giat. Kemudian pada saat pelaksanaan
ulangan harian maupun ujian kita mengerjakannya dengan sungguh-sungguh dan
akhirnya mendapat nilai yang baik tanpa mencontek.
Di atas merupakan salah satu bentuk penyelesaian
terhadap mencontek yang sudah menjadi karakter. Kemudian, bagaimanakah bentuk
menanggulangi masalah mencontek terhadap generasi di usia emas? Yang mereka
belum menjadikan mencontek sebagai karakter. Itulah tugas kita sebagai calon
pendidik anak di generasi emas. Dengan kita memulai mendidik mereka bukan hanya
sekedar menjadi generasi penerus bangsa yang berpandangan dan berpikiran
cerdas, tetapi juga berkarakter dan berkepribadian baik. Penanaman nilai-nilai
luhur yang sesuai norma dan moral bangsa, dan tentu masih banyak lagi yang
dapat kita lakukan. Hal itu tidak terlalu sulit untuk diterapkan, namun tetap
harus berhati-hati. Karena dengan penerapan metode yang salah, justru nantinya
akan terjadi kesalah pahaman pada diri anak tersebut. Dan dampakya akan muncul
pada saat mereka dewasa.
Saat ini, dimulai dari diri kita sendiri. Ubah
karakter kita terhadap kebiasaan yang telah dipaparkan di atas. Karena kita
calon pendidik bangsa yang akan dijadikan layaknya ‘dewa’ oleh anak didik kita.
dan dijadikan Indonesia menjadi lebih baik dengan melakukan langkah kecil yang
dimuai dari diri kita sendiri, namun berdampak besar pada berbagai sendi
kehidupan. Menghapus budaya mencotek.
Selamat
berjuang kawan, kita hisa bila kita mau.
Titin Setianingrum
PGSD_FIP_UNY_2012
*juara III lomba esay mahasiswa baru PGSD UNY Wates
Tidak ada komentar:
Posting Komentar